Siska Yuniati
di sebalik mata simbah
kutemukan kepingan sejarah
berdebu, hampir tidak terjamah
lebih lima puluh tahun lalu
Ahad Legi enam pagi kelabu
bergemuruh Mustang dan Kittyhawk di langit
serdadu, mitraliur, dan peluru menghambur di sudut-sudut ibu kota
mereka datang tidak untuk beramah tamah, melainkan untuk menjarah
tanah berdaulat dalam keringat rakyat
mata muda simbah nyalang
gelegak semangat untuk berjuang
“rawe-rawe rantas, malang-malang putung”
tak kan rela bumi direnggut
sebelum tubuh berdarah-darah
tak ikhlas rumah dirampas
sedang napas masih mengalir deras
Wonosari, Yogya, Sleman, Bantul, Wates
bergolak, angkat keberanian untuk Indonesia
di sebalik mata simbah
kutemukan asa meruah, memancar begitu indah
kala bersenandung kidung damai negeri madani
pada simbah hari ini kukabarkan
bangsa asing banyak bertandang
ingin berkenalan dan menyaksikan
elok budaya, tinggi kreasi anak negeri
juga tentang suku dan etnis dari Aceh hingga Papua
mereka tinggal dan menghirup udara Yogyakarta
berdampingan saling mengisi kekosongan
pun kukatakan, ada rakyat menjelma pejabat
tiba-tiba bermuka bejat dan banyak diumpat
orang kecil diperas ditindas hampir sekarat
tidak tahu lagi apa perlu untuk meratap
di sebalik mata simbah
bergemuruh warna merah
wejangnya padaku,
urip sing guyup rukun, negara adil makmur penuh syukur
dan para keparat itu
simbah sudah contohkan
hancur dan lumatkan!!
Bantul, Februari 2012
Bantul, Februari 2012
Dibacakan dalam acara "Sastra Bulan Purnama" Edisi Ke-8 (Tembi Rumah Budaya, 7 Mei 2012).
Thanks for reading Mata Simbah | Tags: PUISI
Next Article
« Prev Post
« Prev Post
Previous Article
Next Post »
Next Post »